Bahagia ala Imam Ghazali, Konsep Kebahagiaan dari Sudut Pandang Sufi

RADARPEKALONGAN.BACAKORAN.CO - Artikel ini akan mengajak pembaca untuk menyelami samudera konsep bahagia ala Imam Ghazali, seorang ulama sekaligus sufi yang dijuluki hujjatul Islam.

Setelah kemarin beberapa kali kita membahas konsep bahagia dari para filsuf Jawa dan Yunani, kali ini kita akan mencoba membahas konsep bahagia dari sudut pandang ulama sufi.

Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali adalah seorang ulama besar yang karyanya sangat berpengaruh bagi dunia Islam di Indonesia bahkan dunia.

Imam Ghazali lahir di Thus, Khurasan, Iran pada tahun 450 H atau 1058 M. Nama al-Ghazali diambil dari pekerjaan orang tuanya, yakni tukang tenun atau tukang pintal benang.

BACA JUGA:Bahagia ala Marcus Aurelius, Tokoh Besar dalam Filsafat Stoikisme

BACA JUGA:Bahagia ala Ranggawarsita, Pujangga Besar Tanah Jawa

Sejak kecil beliau sudah mendapat pendidikan dari beberapa ulama di sekitarnya, sampai perjalanan pendidikan beliau ke beberapa kota.

Di antara guru-gurunya ada Imam Haramain al-Juwaini di Kota Naisabur, padanya Imam Ghazali belajar ilmu fikih, ushul fikih, logika, bahkan filsafat.

Lewat kegigihan beliau dan pendidikan dari guru-gurunya, Imam Ghazali menjelma ulama dengan keilmuan yang luas dan mendalam. Beliau banyak menulis kitab-kitab yang masih diajarkan sampai sekarang di banyak pesantren dan perguruan tinggi.

BACA JUGA:Bahagia ala Raden Sosrokartono, Filsuf Jawa Sekaligus Kakak Kandung RA Kartini

BACA JUGA:Bagaimana Bisa Bahagia? Begini Cara Ki Ageng Suryomentaram untuk Mendapat Kebahagiaan

Salah satu pemikiran yang akan kita bahas kali ini adalah konsep kebahagiaan menurut Imam Ghazali, kita akan coba melihat bagaimana bahagia dari sudut pandang seorang sufi.

Bahagia ala Imam Ghazali

Dalam salah satu kitabnya yang berjudul "Kimiya al-Sa'aadah" atau bisa diartikan "Kimia Kebahagiaan", Al-Ghazali menempatkan makrifatullah (mengenal Allah) sebagai tingkat kebahagiaan tertinggi.