RADARPEKALONGAN.BACAKORAN.CO - Artikel berikut akan mengajak pembaca untuk menyelami samudera berpikir tentang konsep bahagia ala Marcus Aurelius.
Belakangan ini sedang populer di kalangan anak muda tentang sebuah ajaran yang mengajarkan seseorang untuk lebih sadar dalam menjalani hidupnya.
Ajaran tersebut dikenal dengan Filsafat Stoikisme atau di Indonesia biasa disebut Filosofi Teras, karena menurut beberapa sumber dahulu di Yunani ajaran ini sering diajarkan di teras atau pelataran.
Marcus Aurelius adalah salah satu tokoh besarnya, ia seorang Kaisar Romawi yang lahir pada tanggal 26 April 121 M di Roma, Italia.
BACA JUGA:Bahagia ala Raden Sosrokartono, Filsuf Jawa Sekaligus Kakak Kandung RA Kartini
Stoikisme Marcus Aurelius memiliki beberapa konsep yang menarik untuk dipelajari, salah satunya adalah konsep kebahagiaan seperti yang akan kita bahas dalam artikel ini.
Bahagia ala Marcus Aurelius
Dalam konsep kebahagiaannya, Marcus Aurelius mengemukakan bahwa seseorang bisa mencapai kebahagiaan jika ia mampu mengendalikan pikirannya.
Sering kali perasaan tidak bahagia muncul dalam diri manusia karena cara berpikir kita yang kacau, hal-hal yang seharusnya tidak penting untuk kita pikirkan malah kita cemaskan, dan sebaliknya.
Pikiran manusia cenderung liar, maka ia perlu dikendalikan dengan ilmu dan kebijaksanaan. Kebahagiaan seseorang menurut Aurelius tergantung dengan kualitas pikiran seseorang tersebut.
BACA JUGA:Bahagia ala Plato, Filsuf Ternama dari Athena dan Guru dari Aristoteles
BACA JUGA:Bahagia ala Ranggawarsita, Pujangga Besar Tanah Jawa
Terkadang manusia suka membuat ribet pikirannya sendiri lalu mengeluh atas keribetan itu, seseorang hanya perlu diam sejenak dan menyadari bahwa pikiran tentang penderitaan bisa ia kendalikan, kemudian diubah menjadi suatu hal yang bisa disyukuri.
Konsep bahagia ala Marcus Aurelius menitikberatkan pada pengendalian pikiran, menurutnya manusia sebenarnya memiliki kendali atas pikirannya sendiri.
Filsuf yang sudah ditinggal ayahnya sejak kecil itu mengungkap bahwa manusia jika ingin bahagia harus bisa memilah pikiran, tak ada gunanya mencemaskan sesuatu yang tidak ada pada kendali kita.