Sejarah Kampung Arab di Pekalongan dan Peranan Keluarga Arab pada Masanya

Sejarah Kampung Arab di Pekalongan dan Peranan Keluarga Arab Pada Masanya--

RADARPEKALONGAN.BACAKORAN.CO - Orang-orang Arab sudah terlebih dahulu datang ke wilayah nusantara jauh sebelum kedatangan orang-orang Belanda.

Orang-orang Arab bermigrasi melalui pintu Timur yaitu Kerajaan Samudra Pasai, kemudian ke Palembang hingga akhirnya pada abad 15 sampai di Pulau Jawa.

Mengutip buku berjudul Pekalongan yang (Tak) Terlupakan yang ditulis oleh M. Dirhamsyah disebutkan bahwa pada akhir abad ke-13, diperkirakan aktivitas penyebaran ajaran Islam mulai dilakukan oleh berbagai pendatang dari Maghribi, Asia Selatan, dan Timur. 

Mereka antara lain terdiri dari para pedagang dari Persia, Arab, Cina, Gujarat (India) dan Hadramaut (Yaman) ini kebanyakan berasal dari keluarga kelas menengah dan atas, yang bertujuan untuk melakukan perdagangan, menyebarkan pengaruh dan ajaran Islam, dan mencari tempat tinggal baru di berbagai belahan Asia termasuk diantaranya di Indonesia.

BACA JUGA:Hidup Bahagia ala Sunan Kalijaga, Tokoh Wali Songo yang Berhasil Mengakulturasikan Nilai Islam dengan Tradisi

Sejarah masuknya agama Islam di wilayah Pekalongan sangat berhubungan erat dengan kedatangan orang-orang dari jazirah Arab ini. Sebelumnya, pendatang Arab dari Hadramaut (Yaman Selatan) sekitar abad 15 sudah datang ke wilayah pulau Jawa.

Pekalongan sejak dulu merupakan kota kecil yang dinamis, yang juga menjadi sebuah kota pelabuhan perdagangan,  sehingga banyak pedagang dari berbagai negara datang ke kota ini. Pada akhirnya sebagian dari mereka kemudian memilih untuk bermukim.

Awal mula ke kedatangan orang-orang Arab dari Hadramaut, Yaman Selatan, yang kemudian menetap di Pekalongan tidak diketahui secara pasti.

Namun berdasarkan keterangan dari akta notaris Van Huyzen di Pekalongan tahun 1854 tercatat seorang Saudagar bernama Sayid Husein bin Salim Alatas membeli sebidang tanah di sekitar Jalan Surabaya, Kelurahan Sugihwaras.

Tanah ini kemudian dipergunakan sebagai lokasi pembangunan masjid Wakaf.

Habib Abdullah bin Hud Alatas, warga Jalan Surabaya, Pekalongan Timur mengatakan, pada tahun 1850-an kondisi di sekitar Jalan Surabaya masih berupa hutan di dekat Bantaran Kali Loji,  dan Kali Loji merupakan tempat bongkar muat kapal-kapal yang mengangkut barang dagangan.

Sebelum adanya permukiman seperti saat ini, kawasan Sugihwaras masih berupa hutan belantara. Lokasi di sekitar Jalan Surabaya saat itu, sebagian digunakan sebagai tempat pemakaman bagi para pelaut yang meninggal di Pekalongan.

BACA JUGA:Cerita Rakyat Desa Pucung Tirto, Masuk Islamnya Empu dari Gunung Bromo dengan Syekh dari Turki

Ketika kemudian wilayah di sekitar masjid Wakaf ini mulai ramai dan menjadi sebuah perkampungan, pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai membagi-bagi lokasi permukiman yang diperuntukkan khusus warga etnis pribumi, Arab, Tionghoa, dan orang-orang Indo Eropa.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan