ICW Pertanyakan Independensi Pansel Capim KPK

Ilustrasi Gedung KPK.-DISWAY.ID-

Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja mengumumkan Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas (dewas) KPK. 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelaskan bahwa pansel memangkas lebih dari setengahnya dan hanya menyisakan 40 orang. 

Ia menjelaskan, bila dilihat dari nama-namanya, ada setumpuk persoalan yang mesti diulas lebih lanjut, khususnya mengenai dominasi kandidat dengan latar belakang aparat penegak hukum.  

"Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, setidaknya 40 persen kandidat (16 orang) yang lolos berasal dari lembaga penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas. Ini tentu menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat tentang independensi Pansel dalam bekerja," jelas Kurnia pada Kamis, 8 Agustus 2024. 

Kurnia menjelaskan bahwa pansel seperti meyakini sebuah 'mitos' yang sebenarnya keliru terkait adanya keharusan aparat penegak hukum mengisi struktur Komisioner KPK.  

Dalam hal ini, Kurnia menjelaskan bahwa ada beberapa poin penting berkenaan dengan hasil seleksi kali ini. 

Pertama, Pansel bisa dianggap melanggar peraturan perundang-undangan, yakni, Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,  jika indikasi memberikan karpet merah terbukti. 

Terdapat peraturan perundang-undangan itu telah memandatkan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. 

Kedua, keberadaan aparat penegak hukum pada level Komisioner KPK berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan akan mengganggu independensi lembaga. 

"Analoginya sebagai berikut, Pasal 11 UU KPK mengamanatkan bahwa lembaga antirasuah tersebut diminta untuk memberantas korupsi di lembaga penegak hukum," jelasnya. 

"Oleh karena itu, bagaimana penegakan hukum KPK akan objektif jika komisionernya berasal dari lembaga penegak hukum?," tanya Kurnia 

Sedangkan menyangkut independensi, baik kandidat yang berasal dari Polri, Kejaksaan, atau Mahkamah Agung, berpotensi memiliki loyalitas ganda.

Sebab, saat kelak ia menjabat sebagai Komisioner KPK, secara administratif kedinasan, mereka masih berada di bawah kekuasaan lembaganya terdahulu yang dipimpin oleh Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung. 

Atas kondisi ini, masyarakat khawatir penanganan perkara di KPK tidak objektif. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan