Keluarga adalah sekolah pertama

Selasa 04 Jun 2024 - 22:33 WIB
Editor : Hendri

“Keluarga adalah sekolah pertama, Orang tua adalah guru terbaiknya, Kurikulumnya bernama Kurikulum Cinta”

Memasuki bulan Juni, selalu identik dengan hiruk pikuk kegiatan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Sekolah dan orang tua semua sama-sama sibuk. Sekolah sibuk melayani masyarakat dan orang tua sibuk memilihkan sekolah terbaik bagi putra-putrinya. Semua berlomba memilih sekolah yang terbaik. Semoga saja tidak terlena dan lupa bahwa sesungguhnya sekolah terbaik itu adalah keluarga. 

Salah satu kunci sukses pendidikan adalah peran keluarga. Keluarga menjadi madrasah pertama bagi tumbuh kembang dan pendidikan dalam makna yang luas bagi seseorang. Peran keluarga dalam membekali nilai-nilai kehidupan dan keteladanan menjadi panduan dan modal seseorang menjalani kehidupannya. Namun tidak jarang pula keluarga menjadi kendala yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Lho kok begitu?, keluarga justru bisa menjadi penghambat tumbuh kembang anak? Iya, bisa terjadi begitu. Keluarga dapat menjadi faktor positif sekaligus penghalang kemajuan.

Bertumbuh dalam atmosfer yang kurang menguntungkan dan terbatasi kreasi kehidupannya dapat membuat sesorang terhambat tumbuh kembangnya. Mengapa ini bisa terjadi? Banyak faktor yang berkontribusi, salah satunya adalah pola pengasuhan bahasa dari orang tua terhadap anaknya. Pola ini dalam pendidikan kita kenal dengan istilah parenting. Parenting (parent: orang tua) menjadi faktor pendorong kemajuan bagi generasinya. 

Pola asuh dan pendidikan bahasa tampil sebagai faktor strategis dalam pembentukan dan penguatan jiwa seorang anak. Bahasa adalah alat ekspresi dan komunikasi jiwa. Bahasa merupakan instrumen untuk menanamkan nilai-nilai kepada seseorang melalui jalur pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan dan pembiasaan berbahasa yang baik, bermartabat, dan berkualitas merupakan wujud pola asuh parenting bahasa. Yakni pola yang memadukan sikap membina dan membiasakan berbahasa terbaik. Peran inilah yang menjadi agenda bagi orang tua dalam mendidik keluarganya.

Mari hentikan sikap mudah menghardik dan membentak. Ketegasan dalam pendidikan bukanlah sebuah kekerasan. Tegas namun bukan keras. Kekerasan yang sering diwujudkan dalam sikap membentak hanya akan melahirkan persoalan baru, misalnya anak menjadi pribadi yang minder kurang percaya diri, penakut, berkurangnya daya inisiatif, hingga kemungkinan depresi karena tekanan kejiwaan dari bahasa yang didapatkan dari orang tua dan lingkungan.

Keluarga sebagai sekolah utama dan pertama bagi tumbuh kembang akhlak dan karakter anak merupakan amanah Allah Taala. Dalam konsep Islam, seorang ibu memiliki peran strategis sebagai guru utama bagi keluarga. Sekolah pertama bagi seluruh manusia atau dengan istilah populer yakni Madrasah Al-Ula. Seorang ibu dikukuhkan sebagai mahluk istimewa teladan bagi kehidupan. Perempuan dipercaya dengan tugas berat tapi mulia. menjadi pendidik pertama, guru utama bagi putra-putrinya. Ungkapan ini bukan sekadar sanjungan belaka namun sebuah pengakuan tulus betapa strategisnya keberadaan perempuan dalam kehidupan. 

Mengapa perempuan atau ibu (ummu) dipercaya sebagai madrasatul ula? karena darinya pendidikan anak pertama dan utama dimulai. Dari ibulah seorang anak belajar mengenai segala hal baru dalam hidupnya. Belajar berbicara, menimba ilmu dan adab yang mulia, serta menempa kepribadiannya demi menapaki kehidupan yang luas penuh onak dan duri. Kehidupan yang luas bagai samudra, penuh ombak dan badai yang menghadang. Pendidikan seorang ibu/perempuan terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang strategis dan fundamental. 

Karier tertinggi bagi seorang perempuan sesungguhnya adalah menjadi guru bagi anak-anaknya, menjadi perempuan dengan predikat Madrasah Al Ula. Untuk mewujudkannya diperlukan bekal yang cukup, diantaranya yakni bekal Keimanan dan ketaqwaan. Iman dan taqwa menjadi perisai yang menghalangi anak panah tentara setan dan serangan dahsyat budaya jahiliyah pada diri anak. 

Bekal berikutnya adalah Keteladanan. Krisis terbesar dalam sebuah keluarga adalah keteladanan. Jika keteladanan orang tua tidak hadir baik dalam perilaku, ucapan dan pergaulan maka ini akan menjadi malapetaka besar. Saat orang tua hanya menuntut tanpa anak untuk berbuat baik, sementara orang tua sendiri bersikap kebalikannya, orang tua hanya menyuruh tanpa orang tua turut serta dalam hal yang diminta untuk dilakukan. Orang tua yang hanya pada level omdo (omong-omong doang) dan jarkoni (bisa berujar tapi tidak ikut melakukannya), menjadi orang tua NATO (No Action Talk Only, tidak berbuat hanya berkata-kata saja). 

Bekal lainnya yakni ilmu dan pengalaman sebagai modal untuk membimbing, mengasuh, mengarahkan, membekali, membina, mengerahkan, dan mengembangkan serta mengawal tumbuh kembang anak. Menegur dan menasehati saat anak memilih diksi yang tidak sopan, kasar/sarkas, dan melanggar etika. Orang tua dan guru mengarahkan dengan contoh yang baik, masukan yang mencerahkan hati, bukan menyalahkan dan menghakimi lalu buru-buru memberinya sangsi. Ini bisa berbahaya untuk perkembangan mental dan jiwa anak. 

Bekal sukses lainnya yakni yang terkait langsung dengan transendensi dan nilai spiritualitas yakni lahirnya sikap kesabaran dan tawakal serta doa dan keikhlasan dari seorang ibu kepada anak-anaknya. 

Mari kita mendidik anak-anak dengan membiasakan diri mengucapkan Terima Kasih, Maaf, Tolong, Permisi. Hindari bersikap dan berkata yang negatif pada anak, misalnya nakal kamu, dasar goblog, anak tidak bisa diatur, dan bentakan. Bentakan akan berdampak negatif pada anak misalnya membunuh milyaran sel otak, efek bentakan akan sangat lama, mungkin hingga trauma, membuat jantung berdetak lebih cepat, anak akan meniru perilaku orang tua, tingkat kepercayaan anak akan turun, anak akan depresi, anak akan menjadi pendengar yang buruk, inisiatif akan hilang, takut dimarahi jika salah. 

Anak dianggap mengganggu kita, padahal anak tersebut butuh perhatian sebab orang tua jarang mengajak bermain. Anak sering berbohong karena orang tua sering memarahi. Anak jadi cengeng dan penakut karena ortu terlalu banyak menasehati tanpa memotivasi. Bedakan “Jangan takut” dengan “Ayo dik kamu pasti bisa”. Anak cepat marah karena orang tua jarang memuji. Salah sedikit dicaci. Anak kurang bisa patuh karena orang tua sering menakuti : Tak bilang bu gurumu lho...Anak bandel. Orang tua takut bersikap tegas. Padahal itu baik dan penting untuk dilakukan. Misal, tegas tidak membelikan dan meminjamkan HP kepada anak dan sikap memanjakan lainnya. 

Selamat memilihkan sekolah terbaik untuk anak-anak kita. Luangkan waktu untuk mereka. Jika tidak, maka di luar sana sudah siap banyak sekali hal yang telah meluangkan waktu untuk merusaknya. Wallahua’lam.(*)

Kategori :

Terkait

Selasa 04 Jun 2024 - 22:33 WIB

Keluarga adalah sekolah pertama