Masjid Wakaf Pekalongan, Masjid Tua Penuh Sejarah

Sejarah Masjid Wakaf Pekalongan--

RADARPEKALONGAN.BACAKORAN.CO - Menurut buku Pekalongan yang (Tak) Terlupakan karya M. Dirhamsyah, sejarah Masjid wakaf Pekalongan berawal dari kedatangan seorang saudagar dari Hadramaut (Yaman Selatan),  bernama Sayyid Husein bin Salim Bin Abu Bakar bin Ahmad Bin Husein Bin Umar Bin Abdurrahman Alatas ke Pekalongan untuk menyebarkan agama Islam.

BACA JUGA:Sejarah Kampung Arab di Pekalongan dan Peranan Keluarga Arab pada Masanya

Menurut Habib Abdullah bin Hud, salah seorang pengurus Masjid wakaf, Sayyid Husein pertama kali datang ke Pekalongan bersama murid-muridnya. Selain membawa ilmu agama beliau juga membawa serta harta bendanya.

“Kedatangan mereka sebenarnya ingin menyebarkan agama Islam di wilayah Pekalongan, sebagai kewajiban yang harus dilakukan karena sudah dikaruniai ilmu serta harta yang melimpah,” kata Habib Abdullah bin Hud.

Sesampainya di Pekalongan, Sayyid Husein tidak menemukan tempat ibadah, sehingga kemudian pada 1854 masehi beliau membeli sebidang tanah di tengah hutan yang sekarang lokasinya adalah di Jalan Surabaya.

“Waktu itu sebagian Jalan Surabaya masih berupa hutan bantaran, Sayyid Husein kemudian membeli tanah tahun 1854. Dan tercatat dalam notaris Van Huyzen, orang Arab ini membeli tanah untuk dijadikan tempat ibadah umat muslim,” ungkapnya.

Sayyid Husein mengikuti suri tauladan Rasulullah yakni apabila hijrah ke suatu tempat, yang pertama kali didirikan adalah masjid. Dengan adanya masjid orang-orang akan terpacu untuk melakukan ibadah, dan hal ini merupakan awal dari interaksi sosial dengan masyarakat di sekitar lokasi masjid.

Ternyata tanah yang dibeli oleh Sayyid Husein bin Salim Alatas di Jalan Surabaya tersebut pada zaman dulu merupakan kawasan hutan yang sebagian tanahnya dipergunakan untuk pemakaman, terutama untuk makam para pedagang yang meninggal pada saat perjalanan menuju Pekalongan.

BACA JUGA:Sayyid dan Syekh, 2 Golongan Arab di Indonesia dan Perpecahan yang Terjadi di

Menurut Habib Abdullah bin Hud, dahulu sebelum masjid wakaf ini dibangun memang sudah ada sedikit bangunan, yang kemudian diratakan dengan tanah. Sayyid Husein dan murid-muridnya kemudian mengadakan salat perdana yang bertepatan dengan waktu salat Ashar.

“Begitu usai salat, setelah mengucap salam, ternyata banyak yang makmum, tanpa diketahui dari mana asalnya.  Kita tidak tahu apakah yang ikut salat itu malaikat atau jin, karena sesudah itu mereka dengan cepat menghilang,” ujar Habib Abdullah bin Hud.

Pada saat masjid ini pertama kali dibangun, banyak orang yang heran dan mempertanyakan niat Sayid Husein untuk membangun masjid di tengah hutan. Namun Sayyid Husein sudah mendapat petunjuk sebelumnya, bahwa suatu saat nanti lokasi sekitar masjid akan menjadi pusat perdagangan.

Benar saja, sekitar tahun 1955 hingga 1970 lokasi di sekitar Jalan Surabaya, Jalan Semarang, dan Jalan Bandung menjelma menjadi sentra perdagangan batik dan kain tenun Pekalongan.

Apa yang disampaikan Sayyied Husain bin Salim ini menjadi kenyataan. Pada 1960-an, Jalan Surabaya sudah sulit dilewati karena penuh sesak oleh pedagang batik, pedagang mori, pedagang alat-alat tenun, benang, sarung palekat, dan lain-lain

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan