Sayyid dan Syekh, 2 Golongan Arab di Indonesia dan Perpecahan yang Terjadi di Dalamnya

Golongan Arab di Indonesia --Pinterest

Dalam kunjungan ke kepala komunitas Arab di Solo, Soerkati dengan tegas mengemukakan bahwa perkawinan antara anak perempuan seorang sayyid dan laki-laki non sayyid diperbolehkan, dan bahkan sesuai dengan kafa’ah.

Pada kesempatan lain Soerkati menyerang kemuliaan diri dan delusi kesucian kaum Sayyid dan menganjurkan penghapusan cium tangan.

Dua peristiwa tersebut berdampak luar biasa di kalangan Arab. Sayyid terhina dan merasa terancam.

Non sayyid yang setuju dengan Soerkati berfokus pada pernyataan-pernyataan itu untuk melepaskan diri dari pengaruh sayyid.

Soerkati terpaksa keluar dari Jamiat khair, dan pada tahun 1914 mendirikan Jami'ah Al Islah Wal Irsyad perhimpunan untuk Reformasi dan kepemimpinan disingkat Al Irsyad.

Perhimpunan ini menjadi benteng kaum anti Sayid atau Syekh yang jadi istilah umum untuk menyebut non Sayyid. 

Sejarah Al-irsyad mewujudkan untuk sebagian besar emansipasi kelas bawah dalam komunitas Arab.

Al-irsyad segera memiliki cabang-cabang dan sekolah-sekolah lokal di seluruh negeri, bertujuan memurnikan Islam dari cahaya dan Bid'ah.

Selain itu, organisasi ini juga ingin mencari struktur kelas Hadrami. Yang utama bagi pengikut Al Irsyad bukan keturunan, melainkan kesetaraan semua orang (sama rasa sama rata).

Selain itu melalui pendidikan modern, mereka ingin memajukan ekspresi diri dan mobilitas sosial ke Arab di Jawa dan tempat lain.

BACA JUGA:Menelusuri 5 Makam Wali Besar di Sapuro Pekalongan

BACA JUGA:Menelusuri Bekas Candi di Pekalongan, Jejak Peradaban Hindu-Buddha di Ujung Selatan Pekalongan

Perbedaan pendapat tersebut menimbulkan periode panjang permusuhan antara kedua pihak.

Tahun-tahun yang relatif tenang silih berganti dengan tahun-tahun permusuhan, yang terburuk ketika sayyid saling berhadapan melawan syekh dengan menggunakan kata dan perbuatan. Kadang-kadang polemik tumbuh menjadi caci maki. 

Sayyid menuduh syekh sebagai antara lain, komunis, tukang fitnah dan pelaku bidah, sementara Soerkati disebut negro dan biang kerok.

Tag
Share