Dispensasi Kawin Capai 30 Anak, Mayoritas karena Hamil Duluan

Kepala DPMPPA Kota Pekalongan Puji Winarti.-ISTIMEWA -

KOTA - Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perlindungan Perempuan dan Anak (DPMPPA) Kota Pekalongan mencatat, sejak Januari-September 2024 anak melalui wali/orangtuanya yang mengajukan Dispensasi Kawin (Diska) atau dispensasi nikah di Kota Pekalongan mencapai 30 anak. 

"Sementara, sepanjang 2023 lalu ada 46 anak, rata-rata umur mereka kurang dari 19 tahun," kata Kepala DPMPPA Kota Pekalongan Puji Winarti, pada acara Pengukuhan Relawan Sahabat Perempuan dan Anak serta Advokasi Pengarusutamaan Gender, bertempat di Ruang Jlamprang Setda Kota Pekalongan, Rabu (11/9/2024).

Dispensasi kawin atau dispensasi nikah ini diajukan karena calon pengantin, baik yang pria maupun yang wanita, belum berusia 19 tahun.  

Dasar hukum tentang dispensasi nikah adalah telah diatur dalam sejumlah aturan perundang-undangan tentang pernikahan atau perkawinan di Indonesia. Seperti dalam Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 disebutkan bahwa pernikahan atau perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Sementara jika terjadi adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur, maka pihak terkait dapat meminta dispensasi nikah kepada pengadilan yang berwenang.

Puji juga menyebutkan bahwa sebagian besar penyebab pengajuan dispensasi nikah tersebut adalah karena pihak wanita sudah hamil duluan.

"90 persen dari mereka sudah hamil duluan, dan ada juga yang mengalami penyakit kelamin," ungkapnya.

Selain mengungkapkan jumlah perkara dispensasi kawin, Puji juga menyebutkan tentang angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pekalongan masih ada.

Dia menuturkan, sampai dengan bulan Agustus 2024 lalu ada 10 kasus kekerasan pada perempuan yang didominasi penyebabnya oleh KDRT.

Sedangkan, untuk kekerasan pada anak juga ada 10 kasus yang didominasi penyebabnya karena kekerasan seksual, penelantaran anak dan bullying. Meski kasusnya jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi permasalahan ini kompleks. Ada berbagai unsur yang terlibat di dalamnya.

"Kami menyelesaikannya membutuhkan peran dan koordinasi dari kelurahan, babinsa, tim profesi dan sebagainya," imbuh Puji. (way)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan